Minggu, 18 April 2010

Ke Museum Layang-layang


Rabu, 14 April lalu aku ajak si sulung, Bintang, ke Museum Layang-layang. Kami berangkat siang hari, usai kelas little engineer nya di Digikidz BSD. Sebenarnya rekreasi ini tak begitu direncanakan, mulanya hanya mengantar ayahnya ke daerah Pondok Labu, Jakarta Selatan, sekalian aja mampir. 

Museum Layang-layang tak terletak di pinggir jalan. Ia berada di salah satu anak jalan RS. Fatmawati, Jakarta Selatan. Namanya jalan Haji Kamang. Berada di sisi kanan jika dari arah Blok M. Jalannya tak begitu lebar. Pas untuk dua mobil. Itupun harus hati-hati karena ada selokan kecil di sisi jalan. Bus besar berkapasitas 50 kursi tak bisa masuk. Harus parkir di jalan raya, kemudian jalan kaki sekitar 350 meter.

Begitu masuk, sekitar 10 meter kemudian sudah terlihat vertikal banner di sisi kanan kiri jalan bertuliskan Museum Layang-layang. Tinggal ikuti saja hingga hampir ujung jalan. Museum ini terletak di sisi kanan, bernomor 38. Saya memarkir mobil di halaman depan. Seorang satpam menyambut.

“Buka ya pak?” tanyaku cemas. Maklum aku tak mengecek jadual kunjungan terlebih dahulu tadi pagi.

“Buka kok, bu. Setiap hari dari jam 09.00 – 17.00. Silakan ibu ke loket beli tiket masuk terlebih dahulu,” sahutnya ramah.

Pintu gerbang museum dibangun dengan gaya Bali. Megah dan besar. Di sisi kanan ada jendela. Ini loket yang jual tiket. Seorang ibu menyambut kami. Anak perempuan berusia sekitar delapan tahun yang tengah mengerjakan pe-er di sampingnya buru-buru menyingkir.

Harga tiket masuk sepuluh ribu untuk usia tiga tahun ke atas, di bawah itu gratis. Ini sudah termasuk menonton film, tur ke museum, dan membuat layang-layang. Jika ingin mengikuti kegiatan lain harus membayar lagi. Untuk membuat layang-layang berbentuk diamond 12.500 rupiah, membuat keramik 45.000 rupiah, membatik dengan lima peserta 40.000 rupiah. Jika ingin melukis layang-layang atau payung kertas 45.000 rupiah, melukis keramik 40.000 rupiah, melukis T-shirt 50.000 rupiah. Ada juga fasilitas kolam renang yang tiketnya sangat terjangkau, 7.500 rupiah untuk dewasa dan 5.000 rupiah untuk anak-anak.

Lingkungan museum nyaman dan teduh. Pohon-pohon besar tumbuh di sana. Yang aku kenal ada pohon jambu bol, belimbing, cemara. Beberapa utas tali diikatkan dari satu pohon ke pohon lain. Ini untuk menggantungkan windsock dalam motif dan warna yang beragam. Mereka nampak tambun berisi angin dan melambai-lambai kesana kemari. Gerombolan tanaman sansiviera di beberapa tempat memberi aksen di sana sini. Pada jalur setapak tergambar macam-macam bentuk layang-layang berwarna-warni.

Sebelum tur museum, kami dipersilakan melihat film di sebuah ruang seukuran empat kali empat meter persegi. Tak ada pengunjung lain. Hanya kami berdua. Sebuah televisi layar datar seukuran 24 inci menayangkan film tentang layang-layang dengan durasi sekitar seperempat jam. Cukup informatif. Namun kapan dan dimana pertama kali layang-layang ditemukan dan digunakan, tak ada yang tahu pasti. Di situs museum layang-layang kisaran waktunya disebutkan sekitar 2500 tahun lalu. Lokasinya? Tak ada yang tahu.

Bangunan utama yaitu museum layang-layang itu berbentuk pendopo yang juga menjadi logo museum. Pak Asep menyambut kami. “Mari silakan. Alas kaki harap di lepas dahulu.” Pak Asep menghentikan kegiatannya sejenak untuk memandu kami. Ketika kami datang ia tengah membuat layang-layang dari kain parasut berwarna biru muda dengan rekannya. Di sudut yang lain dua orang tengah mengerjakan pembuatan kotak cinderamata dari styrofoam yang dibalut beludru warna merah. Di dalam kotak itu nantinya akan diisi layang-layang mini.

Koleksi layang-layang di museum ini ratusan jumlahnya. Pak Asep tak menyebut angka pasti. Sebagian besar disimpan. Sementara yang lain dipamerkan. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan berbagai negara manca. Unik dan macam-macam fungsinya. Sebagian besar layang-layang yang dipajang telah kami lihat tadi di film.

Di Riau, layang-layang untuk memeriahkan pesta pernikahan. Wujudnya sepasang pengantin laki-laki dan perempuan. Terbuat dari kain dengan hiasan manik-manik dan benang emas. Seperti ini:


Di Lampung, layang-layang terbuat daun loko-loko. Fungsinya untuk memancing ikan jenis caracas dan todak yang bermulut panjang hampir sepertiga badan. Layang-layangnya seperti ini:


Ukuran layang-layang sangat beragam. Ada yang mungil 2x2 cm berasal dari Cina, ada pula yang besar 22 x 24 meter dari Jepang. MURI mencatat ekor layang-layang terpanjang ada di Bali yaitu sepanjang 250 meter.

Usai tur, Bintang diperbolehkan membuat layang-layang dibantu Pak Asep. Bahannya dari kertas HVS. Gambarnya sudah difotokopi, tinggal diwarnai dengan crayon. Sekitar sepuluh menit Bintang asyik mewarnai dua ikan di layang-layangnya. Aku menyelinap ke toilet. Bersih banget lho.

Nah, selesai sudah Bintang mewarnai layang-layang. Ini hasilnya:


Sekarang ia tak sabar ingin menerbangkan layang-layang. Tapi ya namanya gak ngerti, layang-layang itu cuma dibawanya lari sana lari sini. Tak ada angin siang itu. Bahkan cuaca mendung. Jadi ya kurang mendukung buat nerbangin layang-layang.

Capek main layang-layang, Bintang masih belum mau pulang. Ia merengek minta main keramik. Ya sudahlah, mumpung di sini. Sekalian aja. Aku beli tiketnya dulu. Nanang adalah pemandu di studio keramik. Ia membawa satu kilogram tanah liat untuk Bintang. Harusnya di tiket sih keramik yang akan dibuat berbentuk keranjang dengan hiasan bunga di sana sini. Tapi kok norak kelihatannya. Aku minta Nanang agar memandu Bintang untuk membuat bentuk lain yang lebih cocok buat anak laki-laki. Pilihannya jatuh pada bentuk dinosaurus, gajah, dan kura-kura. Masih sisa tanah sedikit aku cetak bentuk bunga.

Main keramik paling menyenangkan buat Bintang. Dia sangat menikmati. Meskipun tak semua dia bikin. Nanang membantu membuatkan badan dan Bintang tinggal pasang kaki dan bikin mata.

Lumayan, sekitar pukul 16.00 Bintang sudah menyelesaikan enam figur, satu dinosaurus jenis apatosaurus yang gendut yang kemudian dilubangi punggungnya untuk tempat pensil, satu tyrannosaurus rex (T-rex) yang bergigi tajam, satu papan nama dinosaurus yang pipih bertuliskan Bintang, satu kura-kura, satu gajah dua dimensi yang tipis, dan satu bunga dua dimensi punyaku. Hasil main keramik itu tak bisa langsung dibawa pulang. Harus dibakar dulu. Sekitar satu minggu kemudian barulah prosesnya selesai. Ini dia keramik karya Bintang :


Ah, ini perjalanan wisata yang menyenangkan. Banyak cerita yang bisa didapat Bintang. Aku janjikan ke Bintang untuk jalan-jalan ke museum yang lain lagi kapan-kapan.

Senin, 12 April 2010

Belajar bikin coklat lagi

Belajar lagi belajar lagi. Kali ini kursus coklat untuk tingkat advance. Biarpun gak ada penilaian tapi yang ikut kursus ini pokoknya udah merasa bukan pemula lagi. Kelas kali ini diikuti lebih banyak peserta dibanding kelasku dulu yang cuma tiga orang. Yang sekarang ada lima orang. Seperti biasa..ada tambahan satu orang: anakku si Bintang.

Pada praktiknya sepertinya aku nganter Bintang, bukannya Bintang ikut aku. Soale anakku ini sibuk berpartisipasi dalam setiap pelajaran. Ya ngaduk coklat, ya nyetak, ya mulungi truffle, pokoke semuaa dia ikuti. Termasuk ... nyowel-nyowel coklat sisa di panci, seperti yang terlihat itu hi..hi...jadi yang kursus itu sebenarnya siapa coba??



Apa isi kelas advance ini? Nah, ini dia. Ada tiga pelajaran yang diberikan: tempering coklat, bikin coklat tiga dimensi, dan bikin truffle. O ya, hampir lupa. Kursus ini aku ikutin Minggu, 11 April lalu. Tempatnya di Kebayoran Lama, tempat yang sama dengan yang dulu. Guru nya tetep, ibu Nina Yusab, pengelola Dapur Mlandhing dan Langsung Enak. Masih sama seperti beberapa minggu lalu juga, santai, ramah, dan informatif. Sesekali si ibu berdendang, entah lagu apa, "..cintaaaa...na.. na.. na.." - lagi kasmaran pa ya? ssssttt....

Pelajaran pertama: TEMPERING COKLAT
Apa itu tempering? Kalau aku baca di wikipedia bahasa Indonesia, tempering itu definisinya adalah suatu teknik perlakuan panas untuk logam dan alloy (ini kombinasi antara logam dengan bahan lain). Ini digunakan untuk mendapatkan logam dan alloy dengan kelenturan (ductility) dan kegetasan (brittleness) sesuai keinginan. Lha kok bisa tempering baja buat tempering coklat? Menurutku nih, pada intinya adalah adanya melakukan penyesuaian proses pemanasan. Nah, tempering coklat adalah penyesuaian suhu coklat yang sudah kita lelehkan agar kristal coklat dan cocoa butter (lemak kokoa) di dalamnya dapat menghasilkan coklat yang maksimal.

Teknik tempering digunakan untuk coklat jenis couverture, yaitu coklat dengan lemak kokoa yang tinggi (32%). Tanpa menggunakan proses tempering, coklat couverture akan susah set atau susah beku dan teksturnya menjadi tidak bagus. Ada dua teknik tempering:  menggunakan double boiler (dua panci yang disusun atas dan bawah atau ditim) dan dengan meja marmer (coklat leleh diletakkan di meja marmer, setelah agak beku masukkan kembali ke panci dan aduk).

Cara kedua itu sepertinya bakal belepotan ya, dan memang yang sering menggunakan adalah para chef, meja marmernya itu bok..ndak semua orang punya tentunya. Jadi yang diperagakan cuma cara pertama aja, dengan double boiler.

Sebelum memulai, coklat dibagi dua dulu dengan ukuran kira-kira 3/4 bagian dan 1/4 bagian. Yang 3/4 bagian itu kita lelehkan dulu (43-45 derajat Celcius), setelah meleleh sempurna, masukkan yang 1/4 bagian. Gunanya untuk menurunkan suhu. Setelah itu naikkan lagi suhunya(33-35 derajat Celsius). Tunggu sampai coklat dingin sambil terus diaduk baru cetak. Di foto ini yang 1/4 bagian coklat kelihatan di bawah bowl, kelihatan ndak?


Pelajaran kedua: BIKIN COKLAT TIGA DIMENSI
Coklat tiga dimensi biasa disebut juga coklat boneka. Bentuknya memang jadi boneka, ada yang bentuk kelinci, doraemon, snoopy, hello kitty, dan macam-macam lagi. Tapi yang bukan boneka pun ada. Seperti bentuk telur, bola dunia, mereka masuk dalam kategori tiga dimensi. Naa..kreativitas yang diperlukan di sini adalah mengisi dalamnya yang kosong. Bisa diisi permen misalnya. Asal jangan diisi bom atau narkoba ya, BIG NO NO!

Tak mudah mencetak coklat tiga dimensi. Perlu ketekunan. Pas praktik ini, bu Nina menyiapkan cetakan telur. Ada berbagai cara mencetak untuk mendapat ketebalan yang cukup: kalau yang tekun bisa dengan kuas berkali-kali, atau dituangkan setengah bagian kemudian diputar-putar berkali-kali, nah, ada pula yang lebih praktis yaitu dituang penuh kemudian didiamkan hingga bagian dasarnya beku dan tuang sisanya yang masih cair.

Yang kami praktikkan kali ini yang kedua. Dituangkan setengah bagian, kemudian diputar-putar hingga mendapatkan ketebalan sisi yang cukup. Tapi ternyata gak semudah yang dibayangkan. Harus berkali-kali melakukannya. Jangan sampai belepotan. Untuk kasusku, jadinya belepotan. Malah ada yang netes ke lantai..hiks..maap ya bu guru :(

O ya, cetakan coklat tiga dimensi harus berjumlah genap. Masing-masing cetakan berisi dua telor separoh bagian. Jika keduanya ditangkupkan akan jadi bentuk telor tiga dimensi. Mirip telor sungguhan. Untuk menangkupkan dua cetakan perlu teknik tersendiri. Setelah ditangkupkan. Masukkan kulkas. Ini cara menangkupkan dua cetakan:


Pelajaran ketiga: TRUFFLE
"Hayoo.. siapa yang tahu kenapa diberi nama truffle?" tanya bu Nina. Truffle, kata bu Nina, adalah nama jamur di Perancis. Bentuknya bulat-bulat berwarna hitam dan bisa dimakan. Karena itulah coklat yang berbentuk bulat ini dinamakan coklat truffle.

Ini informasi sekilas yang aku dapat tentang jamur truffle dari internet. Masakan dari jamur truffle atau truffe dalam bahasa Perancis adalah masakan untuk mereka yang kaya dan bercita rasa tinggi (disebutnya haute cuisine), mahal harganya, karena selain rasanya - yang kabarnya lezat - ia juga termasuk jenis yang tak gampang tumbuh di sembarang tempat. Selain di Perancis, jamur ini bisa ditemukan di Itali bagian utara, Spanyol, Cina, dan Kroasia. Masing-masing memiliki jenis truffle sendiri-sendiri. Seorang ahli gastronomi Perancis sekaligus ahli hukum dan politik, Jean Anthelme Brillat-Savarin menyebutnya sebagai berlian dapur - the diamond of the kitchen. Wow!

Ini foto jamur truffle dari Perancis, barangkali bisa buat inspirasi kalo bikin coklat truffle :D


Sekarang balik ke coklat ya. Membuat bahan dasar coklat truffle gampang sebenarnya. Yang diperlukan adalah kreativitas masing-masing. Mau dicampur apa, diberi topping apa, dicelup apa, digelindingin dimana. Misalnya, dicampur kacang-kacangan atau kripik jagung, terus ditoping kacang-kacangan lagi, terus dicelup coklat atau cuma digelindingin di bubuk coklat biar dapat sensasi pahit sedikit gitu. Pokoke yang penting kreatip. 

Bahan dasar truffle sendiri adalah: dark chocolate, milk chocolate, krim, butter. Krim dipanaskan dulu, jangan sampai mendidih. Lantas masukkan coklat. Aduk hingga coklat leleh dan tercampur rata. Sesudahnya, mari kita berkreasi!

Tahapan berikutnya adalah membentuk coklat. Bisa dipulung supaya jadi bentuk truffle atau dicetak di loyang persegi panjang kemudian dipotong-potong pakai pisau atau dicetak pakai cetakan kue kering - ini juga masih diberi nama truffle meski bentuknya sudah tak lagi seperti jamur truffle. Cara memulung beragam. Bisa langsung diambil pakai sendok terus dipulung di tangan (pakai sarung tangan plastik lo) atau pakai sendok buat cetakan buah yang bentuknya bulet. Naah...ini hasil kreasi kami:

Minggu, 04 April 2010

Praline di Kotak


Judulnya menyadur lagu anak-anak Jack in the box - Jack di kotak. Ini praline dengan macam-macam isi. Ada selai kacang, ada rhum kismis, ada almond kismis. Jika berminat boleh coba. :)