Minggu, 31 Juli 2011

Kering Kentang Teri Petai


Aku baru tahu kalau petai bisa buat campuran kering kentang. Tak pernah terpikir sebelumnya sampai beberapa minggu lalu, temanku bawakan buat lauk makan siang sewaktu kami wisata ke Taman Mini. Temanku orang Padang, dia bilang ini khas mereka. Semakin pedas semakin nikmat. Waduh, tapi perutku nggak kuat sebenarnya. Cuma rasanya sungguh nikmat. Baru tahu kalau petai bisa diiris sekulitnya lantas dimasak. Kulit petai ternyata edible.

Temanku bilang, ia pesan khusus ke cateringnya. Setiap bulan ia pesan 4 toples isi 250 gram. Seminggu lalu aku ikut pesan satu toples. Harganya lumayan mahal, 45ribu rupiah per toples. Suamiku ternyata suka banget. Asisten juga penasaran karena baru tahu petai bisa dimasak seperti ini. Hanya dalam 3 hari toples itu sudah kosong.

Kemarin aku coba bikin sendiri. Benar kata temanku, susah bikin kentang sama petainya kering. Tapi lumayan kok, nurut aku 75% kering. Jadi sudah mendekati yang aku beli kemarin. Modalnya murah pula. Kentang 1/2 kg (5000 rupiah), petai dua papan (4000 rupiah), teri asin (3000 rupiah), cabe (3000 rupiah), bawang merah + bawang putih (sekitar 1000 rupiah). Total cuma 16 ribu rupiah. Bisa hemat sekitar 30ribu rupiah kalau bikin sendiri kan? Cara masaknya ya seperti dibikin balado itu. Kalau mau lebih wangi, bisa saja diirisin daun jeruk. Kemarin aku pas kehabisan soalnya. Tapi lain kali bikin daun jeruk harus dipersiapkan juga.

O ya, aku punya tips agar kentang tetep kering. Caranya setelah diiris tipis, langsung rendam kentang dalam air es. Setelah itu angkat dan langsung goreng di minyak panas dan banyak.

Eh, kata kakakku yang pernah tinggal di Pekanbaru, irisan petai bisa juga diganti irisan jengkol. Di sana kering kentang seperti itu banyak yang suka. Berminat?

Selasa, 26 Juli 2011

Murah, Mudah, dan Nikmat

Masakan apa yang murah, mudah, dan nikmat? Aku pilih tumis jamblang taoge. Ia memenuhi ketiga persyaratan itu. Sreng sreng sreng, sebentar dan jadilah lauk buat makan. Modal nasi hangat sepiring, cukuplah untuk bikin perut kenyang, dan otak nyaman. Mau sarapan, santap siang, ataupun santap malam tak masalah. Kapan saja Anda suka.

Sila santap :)

Minggu, 24 Juli 2011

Spaghetti

Tetanggaku ujug-ujug kasih oregano ke aku. Senangnya :D Sudah lama aku nggak bikin spaghetti. Salah satu alasannya kudu beli oregano yang harganya relatif mahal terus nanti juga bakal nyisa. Emang sih, ada pasta bolognaise yang bisa beli jadi. Cuma kan lebih mantap kalau bikin sendiri.

Kemarin aku masak spaghetti. Si sulung juga sudah lama kepengen gara-gara sering lihat teman-temannya pamer makan spaghetti. Padahal masak spaghetti itu kalau diniatin ya cuma sebentar ya, ini ibunya aja yang malas dan pelit.

Nah, setelah kerja sebentar di dapur, ini dia hasilnya:


Eh, di foto itu aku pakai label my kitchen project. Ini nama albumku di fesbuk. Daripada edit foto lagi sudah aja aku pakai foto yang sama yang aku pasang di fesbuk. Lihat tampilan botol wine di sebelahnya? Itu pelengkap yang sempurna buat mengakhiri makan spaghetti. Wine itu oleh-oleh dari seorang kawan yang baru saja pulang dari Paris, Perancis. O ya, sisa oregano masih bisa terlihat di wadah mungil tupperware bertutup merah itu. Lumayan, masih bisa buat bikin spaghetti dua, tiga kali lagi..

Happy spaghetti, everybody :D

Sabtu, 02 Juli 2011

Berkunjung ke Parung Farm

Sudah lama pengen ke Parung Farm. Aku sudah cari tahu di internet. Ia adalah kebun sayuran yang menggunakan sistem hidroponik. Parung Farm adalah merek dagang hasil produksi kebun sayur PT Kebun Sayur Segar. Meski begitu, tidak semua sayur produksinya menggunakan merek Parung Farm. Untuk outlet-outlet tertentu, mereka hanya memasok sayurnya dan diberi label seturut permintaan. Swalayan Hero menggunakan label First Choice untuk sayur segar yang ditanam oleh PT Kebun Sayur Segar.

Senin, 27 Juni lalu aku ajak Bintang ke Parung Farm. Ia terletak di Jalan Raya Parung No. 546, Parung, Bogor. Tak sulit menemukannya. Dari arah Tangerang menuju Bogor, setelah pasar Parung ia ada sekitar 1 km di sebelah kiri. Ada plang penanda yang cukup mencolok bertuliskan Parung Farm 546.

Aku parkir mobil di dalam, di depan deretan kamar-kamar perkantoran mereka. Berturut dari kiri ke kanan: tempat menurunkan dan menaikkan sayur, kemudian ruang-ruang kantor dengan teras berisi dua set meja kursi. Aku masuk ke salah satu ruang. Bintang mengikuti dari belakang. Ada seorang bapak menyambut, aku memperkenalkan diri. Bapak itu menyebut namanya, Joko. Aku perkirakan ia berumur sekitar setengah abad lebih. Belakangan ia cerita dulunya mengajar Biologi di IPB, setelah pensiun ia memilih bekerja di Parung Farm.

Aku bertanya, bisakah Bintang belajar mengenai sistem hidroponik di sini? Pak Joko tak langsung menjawab. Mulutnya masih mengunyah sesuatu. Ketika sesuatu itu sudah tertelan, barulah ia menjawab sambil menggandeng tanganku menjauh dari kantornya. "Begini, di sini tidak menerima pelatihan untuk anak secara perorangan. Biasanya mereka datang sebagai rombongan dari sekolah. Tapi kalau sekedar mau melihat-lihat silakan saja berkeliling, di sana tempatnya," ujarnya sambil menunjuk ke arah kebun.

Aku khawatir Bintang kecewa mendengar penjelasan Pak Joko. Sedikit memaksa aku bilang akan membayar berapa biaya yang diperlukan. Pak Joko bergeming. Ia bilang tak bisa. Ya sudah. Aku ajak saja Bintang berkeliling melihat cara mereka bercocok tanam. Pak Joko ikut menemani.

Yang pertama aku datangi adalah pendopo yang berisi alat peraga, alat tulis, dan kursi-kursi. Inilah tempat pelatihan hidroponik secara teori. Ada definisi mengenai hidroponik terbaca di sana. Hidroponik merupakan sistem bagaimana memberdayakan air, menyiram akar tanaman.

Aku menemukan ada dua panel kertas yang menerangkan dua turunan sistem hidroponik. Pertama, sistem air menggenang atau sistem minuman ayam. Sistem ini menggunakan media arang sekam atau bisa juga kerikil. Sebuah botol minuman ayam atau botol bekas kemasan air minum yang diletakkan terbalik diletakkan di sana. Air akan keluar dari mulut bawah botol dan menggenangi akar tanaman secara terus menerus. Kedua, sistem aeroponik. Air mengalir dan disemprotkan ke atas. Tanaman di tanam di pralon-pralon besar yang sudah dilobangi dan akarnya dibiarkan menggantung di udara. Cara penyiraman dengan menggunakan saklar on and off yang dihubungkan dengan pompa listrik, pengaturan waktu penyiraman menggunakan timer yang sudah di atur sebelumnya. Sepanjang hari air akan mengalir silih berganti menyirami akar-akar tananam.



Selanjutnya kami melihat praktik dari dua sistem tersebut pada beberapa tanaman. Ada caisim, kangkung, tomat ceri, kemangi dan beberapa jenis sawi lainnya.



Perhatian kami ke soal hidroponik sempat terpecah begitu kami masuk ke kebun anggrek. Pak Joko memanggil seorang laki-laki muda, ia lantas minta ijin pergi sambil tetap mempersilakan kami berkeliling. Kini lelaki muda itu yang menemani kami. Ada beragam jenis anggrek di sana. Yang paling banyak adalah jenis dendrobium. Aku beli satu yang bunganya masih kuncup. Harganya 17ribu rupiah per pot. Sementara Bintang pilih satu pot kecil keladi mini. Harganya hanya 5ribu rupiah, ia berbisik, "Nanti aku bayar pakai uangku boleh ya, bu." "Tentu saja boleh," jawabku sambil tersenyum.

Seorang ibu menyeruak masuk. Ia langsung teriak, "Ada yang baru nggak? Saya pesan 18 ya, langsung kirim ke rumah!" Rupanya kebun anggrek Parung Farm juga menerima pembelian dalam jumlah banyak untuk dijual kembali. Lelaki muda yang menemani kami cerita ia biasa kirim ke Aceh. Untuk satu kotak yang berisi 100 pohon anggrek tanpa pot dan terbungkus koran, ongkos kirimnya 150ribu rupiah. Di Aceh, pasar anggrek kabarnya sangat menjanjikan. Satu pohon anggrek bisa terjual dengan harga 65ribu rupiah.

Keluar dari kebun anggrek aku masih berkeliling sebentar. Kemudian kembali lagi ke perkantoran mereka. Aku lihat ada sesosok bapak yang penampilannya berbeda dibanding yang lain. Mengenakan hem putih lengan pendek dan celana pendek berwarna khaki. Sekilas mengingatkan pada Bob Sadino. Ia sedang asyik berbincang dengan seorang tamu sementara sebuah truk di belakangnya sedang menurunkan sayuran. Beberapa lelaki muda perlente ada di sekitar truk. Suasana kerja. Rupanya ada sayur yang baru datang dari kebun Parung Farm yang berlokasi di Cianjur.

Aku bertanya kepada seorang bapak yang ada di dekatku. Ia membenarkan, bapak itu pemilik Parung Farm. Aku mendekat, memperkenalkan diri dan mengajaknya berbincang. Tapi si bapak hanya cerita sedikit. Ketika aku menerangkan bahwa kedatanganku untuk mencari bahan tulisan ia lantas menyerahkan ke asistennya, Pak Soedarmojo. Sedikit perbincangan membuatku paham saat ia menolak jati dirinya disebarluaskan. Baiklah aku sebut saja inisialnya Pak S.

Parung Farm dibangun pada 1993, mulanya sekadar sebagai hobi. Pelatihan dan pertemuan dengan anak-anak muda dari BPPT membuat Pak S tertarik pada sistem hidroponik. Ia menambah sendiri pengetahuannya dengan banyak membaca buku-buku dan majalah dari luar negeri. Pada 2003, produksi kebun sayurnya masuk pasar di bawah bendera PT Kebun Sayur Segar. Pada 2010, PT Kebun Sayur Segar mendapat sertifikat organik dari PT Mutu Agung Lestari, sebuah Lembaga Sertifikasi Organik yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, di bawah Kementerian Pertanian RI. Kini mereka memasok sayur-sayuran ke 34 outlet baik hipermarket, supermarket, restoran, ataupun toko buah di seluruh Indonesia.

Saat ini Parung Farm mengklaim dirinya sebagai kebun sayur berdaun yang terbesar di Indonesia yang ditanam dengan cara hidroponik. Mereka juga melayani beragam pelatihan bercocok tanam baik untuk, umum, anak-anak ataupun ibu-ibu untuk membuka perkebunan skala rumah tangga. Di sana aku juga melihat beberapa mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi tengah melakukan penelitian entah untuk skripsi, thesis, dan disertasi. Beberapa hasil penelitian juga nampak tergeletak di meja kantor.

Parung Farm barangkali tak semenarik tempat wisata agro seperti Mekarsari ataupun lainnya. Tapi baiklah untuk menambah pengetahuan tentang apa itu hidroponik. Ketika pulang Bintang diperbolehkan memetik tomat-tomat ceri yang sudah matang untuk dijadikan bibit di rumah.