Selasa, 19 Mei 2009

Bintang Sakit

19 Mei 2009

Jam 8 malam. Akhirnya Bintang bobo juga biarpun di sofa. Sehari ini muntah 7 kali. Badannya panas. Sore udah ke dokter. Minum obat sampai diulang karena muntah terus. Makan malam cukup energen beberapa sendok sama mari-regal empat keping. Besok udah pasti gak sekolah.

Paling sedih kalau anak sakit. Tadi pagi Bintang bangun jam 5 pagi. Tiba-tiba nangis. Bikin kaget. Aku pikir dia mimpi. Nangis sambil ngomong gak jelas. "Itunya diambil..itunya diambil..huaa..huaaa.."

"Apanya yang diambil? Kamu mimpi?"

"Panas...panas..AC- nya dimatiin"

"Ooo..Bintang mau AC- nya dinyalain? Tinggal bilang aja ke ibu, nggak usah nangis."

"Tapi ibu ambil remote-nya. Kalau bangunin ibu nanti ibu marah..huaaa...huaaa."

"Ooo..remote itu ibu ambil soalnya ibu nanti pusing kalau bangun-bangun terus. Ini dede udah kedinginan. Ibu juga kedinginan. Ibu juga udah bangun beberapa kali bikinin dede susu. Remote nya ini ada di dekat ibu. Bintang gak usah nangis."

Tapi Bintang udah telanjur nangis. Badannya lepak oleh keringat. Percuma aku peluk dia. Bintang tetap nangis. Sementara si dede jadi ikut kebangun. Tiba-tiba...Hoeeeek! Hoeeekk! Bintang muntah di kasur. Dua kali. Wah, wah udah mulai kewalahan aku. Terpaksa aku teriak panggil suster biar dia urus si dede, sementara aku nenangin si kakak.

Begitu keluar kamar lihat jam di dinding, ternyata udah jam 5 pagi. Ya sudah, sekalian aja bangun. Kepalaku berdenyut. Selalu begitu setiap kali bangun mendadak. Maklum aku tensi ku rendah. Kipas angin di ruang tv aku nyalain. Bintang kini cuma pake celana dalam dan lengan baju aku gulung. Sudah agak tenang dia.

Ritual pagi mulai jalan. Suster masak air untuk buat teh dan susu kakak. Aku jaga dede sambil ngawasin si kakak yang duduk ngadem di depan meja belajarnya di bawah kipas angin yang nempel di dinding. Tak berapa lama susu si kakak sudah siap. Suster bergabung di ruang tv sambil bawa semangkuk cereal. Global TV siap ditonton. Spongebob Square Pants seperti biasa menemani sarapan pagi kakak.

Tapi pagi itu si kakak memang lagi rewel. Ia tak mau makan cereal. Cuma minum susu. Itupun disendokin. Aku paksa makan cereal eh, malah muntah-muntah lagi. Nangis lagi. Ya udah aku nyerah. Tapi kebetulan hari ini hari Selasa, Bintang diharuskan bawa nasi untuk dimakan bersama di kelas. Aku minta suster nyiapin nasi sama nugget. Kebetulan lagi aku harus nyerahin surat buat sekolah. Ini surat permohonan kerjasama dengan WTC Serpong. Sekolah Bintang berencana mengadakan acara perpisahan di sana. Jadi aku bilang ke Bintang, "Bintang nanti ibu yang antar sekolah ya? Sudah jangan nangis ya? Nanti ibu telpon Opung."

Opung, sopir antar jemput Bintang. Dilihat namanya ketahuan kalau orang Batak dan pasti sudah tua. Opung dalam bahasa Batak artinya kakek. Nama aslinya aku tak tahu. Biarpun sudah berumur tapi Opung supir yang piawai. Aku tenang nitip anak ke dia. Opung juga pandai utak-atik mobil. Kalau ada onderdil mobil yang rusak dia bisa betulkan sendiri. Beberapa kali aku lihat dia membetulkan sendiri mobilnya. Opung juga baik dan sabar sama anak-anak. Ia suka memberi sesuatu buat anak-anak jemputannya. Kadang mainan, kadang permen karet.

Sampai di sekolah jam 6.45. Masih ada waktu seperempat jam sebelum bel berbunyi. Aku ajak Bintang ke warung depan sekolah. Mana tahu dia mau makan sesuatu. Pilihan jatuh pada mie gelas. Cuma masuk beberapa suap, Bintang mulai rewel lagi. Ya sudah. Aku nyerah.

Ini hari Selasa. Bintang pakai seragam olahraga. Pelajaran dimulai dengan senam bersama. Bintang tak mau ikut. "Bu, aku mau baca aja di kelas. Ibu bilang sama bu guru ya?" Aku mengiyakan sambil mencari salah seorang ibu guru. Ketemu sama Bu Marga, ia nampak mafhum. "Oooh..lagi gak enak badan ya?", ucapnya. Sementara surat aku berikan ke Bu Anas.
Aku sempat menemani Bintang masuk kelas. Ia pilih kursi nomor dua dari depan. Di papan masih tertera pelajaran hari kemarin. Soal alat komunikasi. Itu sebabnya Bintang semalam meminta ijin untuk membawa buku Ensiklopedi Junior miliknya. Aku masih ingat semalam dia bilang, "Bu, buku ini mau aku tunjukkan sama Bu Yuni. Tadi pelajarannya soal alat komunikasi. Ada di bukuku ini."

Pagi itu Bintang memilih duduk di kelas sambil membaca-baca bukunya daripada senam sama teman-temannya. Aku tinggalkan dia sendirian. Seorang anak berpapasan di pintu masuk kelas. Rupanya dia terlambat.

Sebelum sampai di rumah aku mampir ke pasar dadagan dekat rumah. Belanja sayur mayur. Rencanaku masak sop istimewa buat Bintang. Aku merasa salah semalam mematikan AC. Jadi ini permintaan maafku buat dia.

Kegiatan masak memasak selesai pukul 8.30. Setelah mencicipi semangkuk sup aku mandi. Sesudahnya baru berangkat kantor. Lewat tol BSD. Nggak macet tapi mahal.

Di kantor telepon berdering beberapa kali. Kata suster Bintang muntah lagi. Badannya pun panas. Aku ambil keputusan. Pulang saja. Semestinya hari Selasa seluruh anggota kantor berkumpul untuk ngobrol soal apa saja yang aktual. Aku minta diri di saat yang lain tengah asyik berbincang.

Di rumah aku menemui Bintang yang tiduran di sofa. Badannya panas. Kami langsung berangkat ke dokter. Bintang nampak kuyu. Maunya nglendot aja. Di ruang tunggu ia minta dipangku.

Ini klinik pribadi. Yang mengelola suami isteri, mereka pasangan dokter, dokter Witono dan dokter Frida, mereka jaga bergantian. Kliniknya bernama Klinik Witono. Laris bukan main. Murah dan banyak yang cocok. Pasien yang datang dari berbagai tempat. Tak hanya dari penghuni komplek tapi juga dari kampung. Tak hanya orang kaya - jika dilihat dari penampilannya, tapi juga orang biasa - bahkan aku pernah bareng ibu-ibu tua yang mengaku tak pernah bayar jika berobat karena tak punya uang. Kami sekeluarga sudah menjadi pasien mereka dari awal Klinik ini baru dibuka. Nomor urut Bintang masih satu digit: B-4. Sekarang di salah satu sudut kamar praktek dokter tampak berderet dus karton berisi kartu pasien. Klinik Witono juga buka cabang di pertokoan Gading Serpong.

Kali ini giliran dokter Witono. Ia sudah kenal Bintang. Cara kerjanya praktis saja. Bintang harus timbang badan dulu. 18 kg. Kemudian berbaring di ranjang pasien. Senter siap di tangan. Bintang harus menganga. Begitu disorot dokter bilang, "Wah, merah". Ia juga mengomentari suhu badan Bintang. "Panas", ujarnya singkat. Aku sempat kasih penjelasan kalau Bintang punya amandel yang sering bengkak. Sesudah itu kaos Bintang ditarik ke atas, ia menepuk-nepuk perut Bintang di beberapa tempat.

"Sakit nggak?" tanyanya.

"Enggak," jawab Bintang.

"Ok," kata dokter lagi sambil beranjak ke tempat duduknya. Ia menulis-nulis sesuatu di kartu pasien Bintang. "Saya kasih obat ya? Sudah bisa makan tablet belum? Atau puyer saja?"

Aku pilih yang terakhir. Bintang belum pernah makan tablet sebelumnya.

Sore itu Bintang dapat tiga jenis obat: satu untuk anti mual, satu untuk menurunkan panas, dan satu lagi antibiotik. Jadi Bintang sakit apa? Wah, aku baru sadar tak banyak bertanya di ruang praktik tadi. Begitu obat disodorkan cuma tanya berapa jumlah yang harus dibayar. Wah, wah, kaco juga aku tadi.

Dari utak-atik pemikiranku, kemungkinan Bintang kecapekan karena pergi wisata ke Danau Gading Serpong hari Minggu kemarin. Ketika aku kabarkan soal sakit Bintang di Facebook, seorang teman berkomentar: "Elo sih, piknik mau nya murah, digigit nyamuk loe, nama lengkap nya sopo entar di buatin dongo, salam maria". Pasti si teman ini ngikutin statusku dari hari kemarin. Soalnya pas habis pergi itu aku tulis di status soal wisata itu.

Dongo
itu bahasa Jawa, artinya doa. Barangkali lebih tepat jika ditulis donga - sesuai pengucapannya. Jadi si teman ini nanti akan mendoakan Bintang dalam doa Salam Maria-nya. Bulan Mei memang bulan Maria. Umat Katolik rajin berdoa Rosario di bulan ini sebagai upaya devosi pada Bunda Maria - ibu Yesus.

He...he..jadinya aku sekarang merasa bersalah. Tapi apa ada hubungannya antara piknik murah dan kena penyakit? Barangkali ini kebetulan saja. Semoga cuma karena kecapekan yang bikin amandel Bintang membengkak.

Tidak ada komentar: