Minggu, 17 Mei 2009

Ke Danau Gading Serpong


16 Mei 2009

Setelah pikir-pikir, akhirnya aku memutuskan untuk bawa anak-anak ke Danau Gading Serpong, Tangerang aja. Dekat dan murah. Sebelumnya aku mau bawa mereka ke Kebun Raya, Bogor. Niatnya sekalian jemput ayahnya yang masih kerja di Bogor. Tapi ternyata informasi terbaru si ayah gak bisa keluar kantor sampe besok siang. Waaa..ya sudahlah. Rencana berubah. Padahal aku dah beli sayuran buat dimasak. Pikirku ntar gelar tikar plus makan siang di Kebun Raya. Asyik kan?

Pikir punya pikir, kemana lagi ya tempat yang bisa buat gelar tikar, santai-santai, dekat, dan murah? Aha! Danau Gading Serpong memenuhi semua kriteria itu. Tadi sempat terlintas buat pergi ke Monas, tapi pasti penuh. Soalnya hari Minggu. Kasihan si adik yang baru 9 bulan.

Menu hari ini sederhana aja: sayur asem, ikan pindang goreng, tempe goreng, sambel. Plus-plusnya: pisang ambon, asinan buah (kemarin baru beli dari Bogor), krupuk kampung (harus!), camilan buat si kakak. Sekitar jam 12.00 siang kami berangkat. Puanasnya minta ampun! Tapi udah telanjur niat, ya udah jalanin aja.

Jarak dari rumah (Melati Mas) ke Serpong cuma seperempat jam. Ancer-ancernya cuma sesudah RS. Ashobirin belok kiri. Karena ini yang pertama kali, aku sempat tanya ke pos penjaga di dekat gerbang Gading Serpong. Ternyata tak jauh dari situ. Luruuuus aja terus menjelang gerbang pabrik SK Keris belok kiri. Tiket masuk murah sekali. Untuk mobil Rp 3000,- motor Rp 2000,- dibayarnya nanti setelah keluar. Jadi pas masuk kami hanya mendapat tiket berupa sepotong kertas yang dilapisi plastik. Sederhana sekali. Tapi ini menandakan bahwa kami aman parkir di sini. Mobil tidak mungkin keluar tanpa tiket sederhana itu.

Kami sampai sekitar jam setengah satu. Meskipun terik menyengat ada beberapa anak bermain di tepi danau. Danau Gading Serpong ini luas sekali. Menurut informasi yang aku baca di www.serpong.org, danau ini dulunya adalah bekas galian tambang pasir. Kedalamannya sekitar 20 meter. Hiii..dalam juga ya! Untuk menarik minat wisatawan, di salah satu tepinya dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai penggalan pantai pasir putih. Nah, anak-anak kecil yang bermain di tepian asyik membuat terowongan atau mencetak benteng-benteng pasir dengan menggunakan bekas gelas mineral.

Si kakak udah nggak sabar. Ia pengen cepet-cepet nyemplung di danau. Yaaaah..baru keinget, ternyata suster sama aku lupa bawain baju ganti buat si kakak. Akhirnya aku copot aja celana jinsnya. Jadi dia main pakai cawat aja sama kaos. Sementara aku, suster, sama di dede gelar tikar di bawah pohon beringin.

Kalau aku perhatikan para wisatawan lokal ini ada empat jenis: pertama, rombongan keluarga dengan banyak anak-anak kecil usia batita, balita, SD. Kedua, pasangan yang niatnya mojok di sudut-sudut. Asyik sekali mereka pacaran. Ketiga, kelompok ABG yang niatnya sekadar main. Keempat, mereka yang berhobi mancing. Ya memang ada yang rancu dengan jenis pertama, maksudnya, si ayah yang hobi mancing ngajak anak isterinya sekalian gitu. Tapi ada juga yang bersolo karir. Mereka ini duduk berjajar di tepian sambil ngalamun menatap pancingnya. Anteng. Entah jenis ikan apa yang mereka dapat, saya tak berniat menggali informasi.

Informasi yang saya peroleh dari internet, danau ini sering dipakai buat boat race oleh kelompok boat racer dari Jakarta. Katanya karena air di danau ini punya kelebihan yaitu air yg bening shg turbulensi blade propeller dpt maksimum, yang artinya laju boat bisa kencang. Kabarnya pula rescue boat dengan motor tempel plus caddy/marshall nya selalu stand by untuk mengambil boat yang mati di tengah. Tapi kenyataannya aku kok nggak ngeliat ada satupun boat. Yang ada cuma rakit dari bambu dengan beberapa awaknya berseragam oranye. Seperti regu penyelamat yang tengah berlatih.

O, ya, di situs serpong. org terlihat ada menara pengawas setinggi 14 meter di tepi danau. Tapi kok hari ini aku gak liat apa-apa. Barangkali udah dipindah ato gimana ya. Aku juga gak nanya-nanya tadi. Maklum ibu-ibu. Kegiatanku tadi ya cuma motret-motret si kakak. Momong si dede, camil-camil, sama tiduran.

Pohon beringin tempat kami berteduh ini sudah tua. Batangnya berdiamater sekitar satu meter. Sulurnya panjang-panjang dan kuat. Nampak diikat dijadikan semacam ayunan. Beberapa anak main ayunan di situ. Si kakak ikutan juga main di sana.

Matahari makin tinggi, sinar matahari makin merangsek ke barat. Sinar matahari turut bergeser. Dua kali kami geser tikar untuk mencari tempat yang lebih teduh. Si dede sempat bobo siang sebentar di situ. Sekitar jam 15.30, nampak sekelompok awan kelabu menggantung. Gawat, nampaknya bakal hujan. Cuaca memang sulit ditebak. Aku mengajak suster berkemas. Tapi bersamaan dengan kami beranjak pergi, nampak para pengunjung justru mulai banyak berdatangan. Kebanyakan yang bermotor. Muda-mudi berpasang-pasangan.

Biarlah kami mendahului. Toh, kami sudah mendapat cukup kesenangan hari ini. Ini memang cita-citaku semenjak dulu jika sudah punya mobil: mengajak anak-anak wisata alam. Jalan-jalan ke mal bikin boros dan yang dilihat cuma ituu aja. Paling-paling beli baju ato mainan. Paling aku benci main di tempat mainan semacam Time Zone. Uang berubah jadi koin. Tak ada harganya. Main sebentar gak sadar udah habis puluhan ribu rupiah.

Sekarang kami sudah punya mobil. Biarpun kecil, tapi aku merawatnya baik-baik. Di Indonesia ini wisata alam dianaktirikan. Coba perhatikan, jika mau pergi ke mal banyak kendaraan yang bisa digunakan. Beberapa mal bahkan memiliki mobil angkutan dengan rute-rute khusus. Tapi bagaimana jika hendak pergi berwisata alam? Sulitnya bukan main. Bahkan iklan tentang kawasan wisata alam pun sering tak memikirkan bagaimana caranya agar calon pengunjung tak perlu repot memikirkan transportasinya. Jarang sekali kita temukan ada promosi kawasan wisata yang mencantumkan "how to get there" secara rinci. Mereka seringkali mengandaikan setiap pengunjung memiliki kendaraan pribadi. Jika tidak punya, seolah sarannya adalah: pergilah ke mal atau ke pertokoan. Akses untuk ke sana lebih mudah.

Tidak ada komentar: