(Tulisan ini ditulis pada 3 Juli tapi baru ditayangkan pada 11 Juli dengan editing)
Tanggal 2 Juli kemarin Biro Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan hasil survei terbarunya. Temuannya: jumlah penduduk miskin di Indonesia per bulan Maret 2007 ini sebesar 37,17 juta orang. Dibanding bulan Maret 2006 lalu yang sebesar 39,30 juta, berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,13 juta jiwa. Apa penyebab penurunan angka kemiskinan ini tidak dijelaskan BPS secara pasti. Sementara itu, komentar bernada miring bermunculan meragukan kebenaran data tersebut. Bagaimana sebaiknya kita membaca dan memahami temuan BPS ini?
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) untuk mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Menurut rilis media BPS, metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan..
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Dengan menggunakan konsep dan metode seperti tersebut di atas, maka yang disebut dengan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Hak-hak dasar tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan
hak lainnya.
Inilah konsep kemiskinan berbasis hak. Konsep ini menegaskan kembali kewajiban negara untuk menghormati kemiskinan dan menanggulangi kemiskinan itu sendiri. Ada pengakuan bahwa kondisi kemiskinan yang mendera seseorang karena akibat dari luar, bukan karena dirinya semata. Oleh karena itu negara berkewajiban untuk menghilangkan atau setidaknya meminimalkan akibat-akibat tersebut.
Konsep kemiskinan yang dipergunakan BPS mempergunakan teori pemenuhan kebutuhan dasar Maslow. Mari kita tengok teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow. Menurut Maslow, kebutuhan manusia sifatnya berjenjang ke atas, jika seseorang mampu memenuhi kebutuhan yang paling rendah, barulah ia menanjak ke kebutuhan selanjutnya. Kebutuhan manusia terbagi menjadi kebutuhan dasar atau yang disebut basic needs berupa kebutuhan fisik, keamanan, rasa memiliki dan kasih sayang, dan aktualisasi diri. Selanjutnya, jika seseorang telah berhasil memenuhi kebutuhan dasarnya maka ia akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (higher needs) atau yang disebut sebagai kebutuhan ideal (ideal needs) berupa pengetahuan dan pemahaman akan sesuatu dan estetika.
Saya kemudian berpendapat, bahwa dengan demikian sebenarnya data kemiskinan yang disosialisasikan BPS adalah data yang masih kasar. Sesungguhnya data kemiskinan kita jauh lebih besar dari angka itu. Bukan berarti saya mengecilkan hasil riset BPS. Hanya saja, angka itu menurut saya baru menyentuh permukaan wilayah kemiskinan di Indonesia.
Jadi, belum bisa dipastikan apakah benar orang miskin di Indonesia berkurang? Jangan-jangan malah bertambah. Pembenaran bisa dicari dengan memegang definisi soal kemiskinan seturut perspektif masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar