Minggu, 08 Juli 2007

Summerhill School

9 Juli 2007

Dalam perjalanan ke kantor pagi ini, di bis baca buku Summerhill School - buku baru terbitan Serambi (Juni 2007). Bacanya baru 1/3 sih, tapi udah mulai ketahuan ini buku bagus. Ini kumpulan tulisan dari pendiri Summerhill School, Alexander Sutherland Neill. Kumpulan tulisan itu kemudian diedit oleh Albert Lamb. Buku Summerhill School ini merupakan buku kedua tentang Summerhill, hanya saja di buku ini menurut Lamb, ada koreksi terhadap pandangan Freudian yang dulu digunakan dalam buku pertama. Menurut Neill, pandangan freudian tersebut sudah usang.

Bekas guru ini mendirikan sekolah alternatif tahun 1921 setelah merasa selama ini melakukan 'kekeliruan' dalam mengajar. Sebelumnya - seperti layaknya guru-guru, ia menjaga jarak dengan murid, menerapkan disiplin yang totaliter seperti memukul anak dengan sabuk jika nilai merosot atau anak melakukan kesalahan. Summerhill School terletak di kota Leiston, Suffolk, sekitar 160 km dari London.

Di Summerhill School, Neill mendirikan sekolah dengan konsep baru. Asumsinya semua anak pada dasarnya baik. Anak bermasalah berasal dari keluarga yang bermasalah, sekolah bermasalah; dari lingkungan bermasalah. Karenanya yang harus dibenahi adalah lingkungan-nya. Neill menunjuk pada orang tua dan guru-guru jika seorang anak didapati bermasalah.

Neill juga berargumentasi bahwa semua permasalahan tersebut bersumber dari adanya ketidakbahagiaan yang dirasakan. Saya kutipkan tulisan Neill dari buku halaman 39:

"Anak yang bermasalah adalah anak yang tidak bahagia. Dia berperang dengan dirinya sendiri; dan konsekuensinya, dia berperang dengan seluruh dunia. Orang dewasa yang bermasalah pun demikian. Tak ada orang bahagia yagn gemar bikin onar dalam suatu acara, atau mengajak perang atau menghukum orang yang tak bersalah. Tak ada perempuan bahagia yang mengomeli suami atau anak-anaknya. Tak ada lelaki bahagia yang menjadi pembunuh atau pencuri. tak ada atasan bahagia yagn suka menakut-nakuti bawahannya. Semua kejahatan, semua kebencian, semua peperangan bersumber dari ketidakbahagiaan....."

Karena itulah Neill menyebut Summerhill School sebagai "sekolah yang paling membahagiakan di seantero dunia" (hal. 52). Di sekolah ini Neill menebarkan kasih sayang dan kebahagiaan karena menurutnya kebencian akan melahirkan kebencian, dan kasih sayang berbuah kasih sayang. Kasih sayang berarti mendukung anak-anak, dan kasih sayang ini penting sekali pada semua sekolah. Anda tak berpikah pada anak-anak kalau Anda memarahi dan menghukum mereka, begitu tandas Neill.

Namun, seperti sudah bisa ditebak, apa yang dilakukan Neill ini menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Mereka yang setuju dengan cara-cara konvensional jelas menentang cara-cara di Summerhill. Kebanyakan menyebut sekolah ini sebagai "sekolah suka-suka".

Memang, pada kenyataannya anak-anak dibebaskan untuk melakukan apa yang mereka sukai. Neil berpendapat bahwa anak-anak memiliki sifat bawaan bijaksana dan realistis. Jika seorang anak ingin menjadi sarjana, maka dia akan menjadi sarjana. Jika seorang anak ingin menjadi tukang sapu, dia akan menjadi tukang sapu. Meski belum pernah mendapati murid Summerhill menjadi tukang sepatu, tapi Neill menulis "..sejatinya saya lebih suka sekolah yang mencetak tukan sapu yang bahagia daripada sekolah yang menghasilkan sarjana neurotik".

Jadi kunci dari apa yang dilakukan Neill adalah tentang memberikan kebahagiaan. Biarkan anak-anak melakukan apa yang ia sukai asalkan ia merasa bahagia. Kita tidak boleh memberikan penghakiman tentang baik dan buruk pada apa yang ia inginkan. Tapi, meskipun demikian Neill menerapkan juga konsep tut wuri handayani (mengasuh dengan cara membimbing secara tidak langsung). Dalam rapat-rapat yang dihadiri murid dan guru, seringkali Neill memberikan usulan-usulan yang mampu mengundang perdebatan tapi tidak memberikan keberpihakan pada satu posisi. Yang ia lakukan adalah mengarahkan agar anak mampu berpikir kreatif dan mandiri serta bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.

Nyatanya, para alumnus Summerhill banyak dikenal sebagai pribadi-pribadi yang percaya diri. Dalam buku ini, ada juga tulisan dari alumnus Summerhill yang memberikan kesaksian tentang bagaimana masyarakat memandang dirinya.

Saya belum membaca buku ini sampai habis, tapi argumen-argumen Neill di halaman awal menarik minat saya, juga saya menyetujuinya. Apalagi di jaman sekarang, dimana kebahagiaan begitu sulit dicari. Dimana semua orang saling berkompetisi untuk menjadi nomer satu. Dan yang didapati akhirnya orang jadi bersitegang dan berebut untuk berada di jalur pertama.

Meski Neill mengatakan tidak mengapa jika lulusan Summerhill ada yang menjadi tukang sapu - asalkan bahagia- tapi sejatinya, tidak satupun yang begitu. Alumnus Summerhill justru banyak yang menjadi tokoh masyarakat. Menjadi sarjana, guru besar, ataupun pengusaha sukses. Jika tidak minimal, ia menjadi seseorang yang mandiri, kreatif, dan percaya diri.

Saya terapkan argumen Neill pada beberapa kasus, seperti misalnya pada anak-anak berprestasi yang diwawancara di beberapa media, ketika ditanya, mereka justru jarang belajar, atau belajar dianggap sebagai sebuah hobi, kebanyakan bukan tipe anak-anak nerd, tukang baca atau bertampang serius. Ya..beberapa ada yang berwajah serius, tapi bukan berarti mereka lantas menjadi penyendiri. Yang sering ada adalah mereka periang, punya hobi, punya selera humor. Apakah mereka berasal dari keluarga kaya? Jujur, sebagian besar memang demikian, karena kesejahteraan otomatis memberikan perangkat untuk memenuhi rasa keingintahuan si anak. Tapi bagi yang tidak dari keluarga kaya, ternyata banyak juga ditemui anak berprestasi.

Di sini saya setuju pendapat Neill dan menangkap apa maksud Neill. Kebahagiaan mampu menghasilkan banyak hal. Kreativitas, kepercayaan diri, kenyamanan, dan otomatis akan banyak lagi efek-efek positif lainnya.

Seringkali sebagai ortu, kita memaksakan kehendak pada si anak. Harus bisa begini harus bisa begitu, harus menyenangi ini, harus menyenangi itu. Kasihan juga sebenarnya ya. Rasanya kita ini kok gak punya empati sama anak kecil. Coba kalo kita yang jadi mereka. Nggak mau juga kan dipaksa begini dan begitu.

Padahal Neill punya ide mendirikan Summerhill itu tahun 1921, ketika itu aja Neill udah merasa berdosa karena seharusnya dia sudah melakukannya jauh-jauh hari, dan masih saja keheranan dengan perilaku guru-guru di jaman itu yang masih menerapkan kedisiplinan yang totaliter pada murid.

Neill lahir 17 Oktober 1883 di Forfar, Angus, Skotlandia dan wafat tanggal 22 September 1973. Menjadi guru dilakoninya sejak muda belia di sekolah ayahnya. 90 tahun umur Neill betul-betul didedikasikan untuk pendidikan. Barangkali di alam baka sana Neill masih prihatin melihat dunia pendidikan kita yang masih saja tak berubah. Satu dua memang ada bibit-bibit sekolah alternatif atau guru-guru yang mencoba mendobrak sistem pendidikan yang kaku. Tapi mayoritas masih juga mencetak anak-anak yang tidak bahagia dan neurotik. Yang hanya berkeinginan mengejar prestasi demi kepentingan diri sendiri atau karena tekanan berbagai pihak.

Saya kira cita-cita Neill perlu kita lanjutkan. Siapa yang tidak bahagia melihat wajah-wajah anak bangsa ini bersinar terang? Saya kira kebahagiaan anak adalah kebahagiaan kita semua. Kebahagiaan anak berarti harapan akan masa depan yang bisa jadi lebih bahagia lagi.

Tidak ada komentar: